sumber gambar :
awansemansa.blogspot.com
A.
Pengantar
Dalam
analisis politik modern partisipasi politik merupakan suatu problem yang
penting dikaji. Indonesia sebagai negara yang menerapkan demokrasi sebagai
sistem politiknya, melaksanakan pemilihan umum langsung setiap lima tahun untuk
menentukan kepala daerah, anggota legislatif, dan kepala negara. Pemilihan umum
merupakan salah satu bentuk partisipasi politik, di samping masih banyak bentuk
partisipasi yang lain.
Partisipasi
politik menurut Huntington dalam hubungan dengan negara-negara baru adalah
kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk
mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat
individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantab atau sporadis,
secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak
efektif.
B. Pendahuluan
Keikutsertaan
rakyat dalam partai politik dan keterlibatan mereka dalam pemilihan umum sering
dijadijan indikator tinggi rendahnya partisipasi politik di negara tersebut.
Pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya kadar partisipasi politik rakyatnya. Tiga faktor
yang menentukan tersebut adalah tingkat pendidikan, tingkat kehidupan ekonomi,
dan kelancaran komunikasi politik dalam masyarakat.
Jika
ketika faktor utama tersebut kita kaitkan dengan kondisi yang terjadi di
Indonesia, maka akan dapat diketahui tinggi rendahnya kadar partisipasi politik
di Indonesia. Mengacu pada faktor-faktor tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
masyarakat perdesaan memiliki kadar partisipasi politik yang lebih rendah
dibandingkan masyarakat kota. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya pendidikan,
rendahnya tingkat ekonomi, dan kurangnya media komunikasi politik di desa
ketimbang di kota yang lebih maju.
Dalam
pandangan Clifford Geertz, masyarakat pedesaan Jawa memiliki kaitan dengan
struktur di Jakarta. Ia melihat, bahwa masyarakat kota dan desa merupakan dua
struktur sosial yang berbeda, yang masing-masing diwakili oleh elite kota dan
petani di desa, tetapi keduanya mewujudkan adanya suatu hubungan, kaitan,
saling ketergantungan dan melengkapi satu sama lain, sehingga merupakan suatu
sistem sosial.
Lebih
lanjut Geertz mengklasifikasikan masyarakat pedesaan Jawa menjadi tiga golongan
yaitu abangan, santri, dan priyayi. Abangan adalah masyarakat pedesaan yang
tingkat keagama Islamannya kurang taat, menekankan aspek-aspek animisme dan
lebih digolongkan petani. Santri adalah masyarakat perdesaan yang menekankan
aspek keislaman dan diasosiasikan unsur pedagang (juga dengan unsur petani).
Adapun priyayi lebih menekankan aspek-aspek Hindu dan digolongkan dengan unsur
birokasi.
Dalam
analisisnya Geertz menjelaskan bahwa keterlibatan mereka (ketiga golongan)
dalam politik aliran berarti keterlibatan mereka dalam politik nasional.
Analisis ini membantah bahwa masyarakat Jawa terisolir dari kejadian politik di
Jakarta.
Sebelum
membahas keterliabatan mereka dalam politik aliran, saya ingin membahas politik
Indonesia melalui pendekatan sejarah. Pada masa kolonial, kedudukan birokrasi
hanya diduduki oleh golongan priyayi yang lebih dipercaya Belanda dan Jepang.
Namun, seiring kemerdekaan Indonesia kedudukan birokrasi bisa dicapai melalui kemenangan
partai politik. Muncullah partai-partai aliran yang banyak untuk merebut
kedudukan birokrasi pemerintahan.
Golongan
abangan yang diasosiasikan para petani dan kelas bawah desa lebih condrong ke Permai[1]
dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kaum santri yang taat beragama bisa
digolongkan kedalam Partai Masyumi dan Nahdhatul Ulama (NU). Adapun kelompok
priyayi mereka lebih mendominasi Partai Nasional Indonesia (PNI). Lantas
bagaimana struktur internal masyarakat pedesaan memiliki kaitan dengan
kehidupan politik di tingkat yang lebih tinggi, yang mengkrucut ke Jakarta?
Jarak
yang jauh dan luasnya wilayah Indonesia menjadi kendala bagi partai-partai di
atas, masalah yang sama dihadapi partai-partai di atas adalah bagaimana
mengkaitkan struktur pusat yang terorganisir baik dengan basis mereka yang
terdapat di desa-desa. Pengkaiatan dan penghubungan struktur ini penting agar
suara partisipan mereka di pedesaan tetap mendukung mereka.
Tingkatan
politik partai-partai aliran dan golongan di atas tidak sampai ke tingkat kota
Mojokuto, tempat Geerzt melakukan observasi penelitiannya. Hubungan terpenting
dalam sebuah partai adalah bagaimana dewan pimpinan partai di kota yang
dipimpin oleh orang kota tetap melakukan hubungan yang ketat dan terus
berlangsung kepada pengurus kecamatan setempat untuk melakukan rapat di setiap
desa.
Dalam
rapat itu dikumpulkanlah para simpatisan partai oleh dewan pimpinan setempat
yang ada di wilayah itu. Dalam rapat itu, Sekretaris Partai menjelaskan
pelbagai permasalahan politik yang sering dibicarakan di Jakarta. Ia
menjelaskannya secara panjang lebar posisi partai, persoalan-persoalan bangsa, dan
persaingan politik dewasa ini.
Lebih
lanjut, Geerzt menjelaskan bahwa dalam rapat itu juga dibicarakan upaya partai
menghadapi pemilihan umum yang akan datang, membicarakan biaya-biaya kampanye
serta teknik-tekniknya, dan juga meninjau penyebaran kekuatan partai di daerah
pedesaan. Dapat disimpulkan, bahwa upaya partai-partai melakukan rapat di
desa-desa di Mojokuto menguatkan kenyataan bahwa percaturan politik modern
telah tiba ke daerah pedesaan.
C.
Kesimpulan
Melalui rapat partai yang dilakukan di Mojokuto, dapat
disimpulkan bahwa tingkat partisipasi pedesaan tidaklah rendah, bahkan mereka
menjadi struktur mikrokosmos yang nasional. Sistem sosial masyarakat pedesaan
membentuk suatu bangunan piramid yang mengkrucut di ibu kota Indonesia Jakarta.
Rapat ini membuktikan bahwa telah terjadi sosialisasi politik
dari masyarakat kota menuju masyarakat desa dalam rangka mengkonsolidasi
pendukung partai untuk meraup dukungan sebanyak-banyaknya di pedesaan. Maka
analisis Geerzt melalui observasi
langsung ke Mojokuto membuktikan bahwa masyarakat pedesaan jawa tidak terisolir
dari kejadian-kejadian politik di Jakarta.
Daftar Pustaka
Budiarjo,
Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Edisi revisi : Cetakan kedua. Jakarta
: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Geerzt,
Clifford. Abangan, Santri, Priyayi. Cetakan ketiga. Jakarta : PT. Dunia
Pustaka Jaya, 1989.
Pribadi,
Toto dkk. Sistem Politik Indonesia. Cetakan kelima. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka, 2009.
[1]
Singkatan dari Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia atau bahasa kasarnya
Organisasi Rakyat Jelata Indonesia
yang mengikuti pemilihan umum 1955.
sumber data nya ada gak ya ?
BalasHapus