Rabu, 15 Mei 2013

Filled Under:

Partisipasi Politik Masyarakat Desa

05.32

sumber gambar : awansemansa.blogspot.com 

A.      Pengantar
Dalam analisis politik modern partisipasi politik merupakan suatu problem yang penting dikaji. Indonesia sebagai negara yang menerapkan demokrasi sebagai sistem politiknya, melaksanakan pemilihan umum langsung setiap lima tahun untuk menentukan kepala daerah, anggota legislatif, dan kepala negara. Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk partisipasi politik, di samping masih banyak bentuk partisipasi yang lain.
Partisipasi politik menurut Huntington dalam hubungan dengan negara-negara baru adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantab atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.
B.       Pendahuluan
Keikutsertaan rakyat dalam partai politik dan keterlibatan mereka dalam pemilihan umum sering dijadijan indikator tinggi rendahnya partisipasi politik di negara tersebut. Pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kadar partisipasi politik rakyatnya. Tiga faktor yang menentukan tersebut adalah tingkat pendidikan, tingkat kehidupan ekonomi, dan kelancaran komunikasi politik dalam masyarakat.
Jika ketika faktor utama tersebut kita kaitkan dengan kondisi yang terjadi di Indonesia, maka akan dapat diketahui tinggi rendahnya kadar partisipasi politik di Indonesia. Mengacu pada faktor-faktor tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat perdesaan memiliki kadar partisipasi politik yang lebih rendah dibandingkan masyarakat kota. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya pendidikan, rendahnya tingkat ekonomi, dan kurangnya media komunikasi politik di desa ketimbang di kota yang lebih maju.
Dalam pandangan Clifford Geertz, masyarakat pedesaan Jawa memiliki kaitan dengan struktur di Jakarta. Ia melihat, bahwa masyarakat kota dan desa merupakan dua struktur sosial yang berbeda, yang masing-masing diwakili oleh elite kota dan petani di desa, tetapi keduanya mewujudkan adanya suatu hubungan, kaitan, saling ketergantungan dan melengkapi satu sama lain, sehingga merupakan suatu sistem sosial.
Lebih lanjut Geertz mengklasifikasikan masyarakat pedesaan Jawa menjadi tiga golongan yaitu abangan, santri, dan priyayi. Abangan adalah masyarakat pedesaan yang tingkat keagama Islamannya kurang taat, menekankan aspek-aspek animisme dan lebih digolongkan petani. Santri adalah masyarakat perdesaan yang menekankan aspek keislaman dan diasosiasikan unsur pedagang (juga dengan unsur petani). Adapun priyayi lebih menekankan aspek-aspek Hindu dan digolongkan dengan unsur birokasi.
Dalam analisisnya Geertz menjelaskan bahwa keterlibatan mereka (ketiga golongan) dalam politik aliran berarti keterlibatan mereka dalam politik nasional. Analisis ini membantah bahwa masyarakat Jawa terisolir dari kejadian politik di Jakarta.
Sebelum membahas keterliabatan mereka dalam politik aliran, saya ingin membahas politik Indonesia melalui pendekatan sejarah. Pada masa kolonial, kedudukan birokrasi hanya diduduki oleh golongan priyayi yang lebih dipercaya Belanda dan Jepang. Namun, seiring kemerdekaan Indonesia kedudukan birokrasi bisa dicapai melalui kemenangan partai politik. Muncullah partai-partai aliran yang banyak untuk merebut kedudukan birokrasi pemerintahan.
Golongan abangan yang diasosiasikan para petani dan kelas bawah desa lebih condrong ke Permai[1] dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kaum santri yang taat beragama bisa digolongkan kedalam Partai Masyumi dan Nahdhatul Ulama (NU). Adapun kelompok priyayi mereka lebih mendominasi Partai Nasional Indonesia (PNI). Lantas bagaimana struktur internal masyarakat pedesaan memiliki kaitan dengan kehidupan politik di tingkat yang lebih tinggi, yang mengkrucut ke Jakarta?
Jarak yang jauh dan luasnya wilayah Indonesia menjadi kendala bagi partai-partai di atas, masalah yang sama dihadapi partai-partai di atas adalah bagaimana mengkaitkan struktur pusat yang terorganisir baik dengan basis mereka yang terdapat di desa-desa. Pengkaiatan dan penghubungan struktur ini penting agar suara partisipan mereka di pedesaan tetap mendukung mereka.
Tingkatan politik partai-partai aliran dan golongan di atas tidak sampai ke tingkat kota Mojokuto, tempat Geerzt melakukan observasi penelitiannya. Hubungan terpenting dalam sebuah partai adalah bagaimana dewan pimpinan partai di kota yang dipimpin oleh orang kota tetap melakukan hubungan yang ketat dan terus berlangsung kepada pengurus kecamatan setempat untuk melakukan rapat di setiap desa.
Dalam rapat itu dikumpulkanlah para simpatisan partai oleh dewan pimpinan setempat yang ada di wilayah itu. Dalam rapat itu, Sekretaris Partai menjelaskan pelbagai permasalahan politik yang sering dibicarakan di Jakarta. Ia menjelaskannya secara panjang lebar posisi partai, persoalan-persoalan bangsa, dan persaingan politik dewasa ini.
Lebih lanjut, Geerzt menjelaskan bahwa dalam rapat itu juga dibicarakan upaya partai menghadapi pemilihan umum yang akan datang, membicarakan biaya-biaya kampanye serta teknik-tekniknya, dan juga meninjau penyebaran kekuatan partai di daerah pedesaan. Dapat disimpulkan, bahwa upaya partai-partai melakukan rapat di desa-desa di Mojokuto menguatkan kenyataan bahwa percaturan politik modern telah tiba ke daerah pedesaan.
C.    Kesimpulan
Melalui rapat partai yang dilakukan di Mojokuto, dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi pedesaan tidaklah rendah, bahkan mereka menjadi struktur mikrokosmos yang nasional. Sistem sosial masyarakat pedesaan membentuk suatu bangunan piramid yang mengkrucut di ibu kota Indonesia Jakarta.
Rapat ini membuktikan bahwa telah terjadi sosialisasi politik dari masyarakat kota menuju masyarakat desa dalam rangka mengkonsolidasi pendukung partai untuk meraup dukungan sebanyak-banyaknya di pedesaan. Maka analisis  Geerzt melalui observasi langsung ke Mojokuto membuktikan bahwa masyarakat pedesaan jawa tidak terisolir dari kejadian-kejadian politik di Jakarta.
Daftar Pustaka
Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Edisi revisi : Cetakan kedua. Jakarta : PT.        Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Geerzt, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi. Cetakan ketiga. Jakarta : PT. Dunia Pustaka       Jaya, 1989.
Pribadi, Toto dkk. Sistem Politik Indonesia. Cetakan kelima. Jakarta : Penerbit           Universitas Terbuka, 2009.



[1] Singkatan dari Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia atau bahasa kasarnya Organisasi Rakyat Jelata     Indonesia yang mengikuti pemilihan umum 1955.

1 komentar: