Senin, 3 September 2012
Detak
jatung terus melantun, dan langkah kaki tetap terpadu mengiringi semangatku tuk
menyonsong pagi indah pertama di Kampus FISIP UIN Syarif Hidayatullah. Jariku
menari-nari menyiapkan buku-buku baru untuk kuliah, semangat mengebu-gebu
seakan hendak tumpah membasahi kamarku. Mentari pagi itu seakan tersenyum
melihatku mulai kuliah. Padahal sejatinya aku sudah terlambat dua tahun, tapi
bagiku pengalaman lebih penting dari pada semuanya. Aku menjinjing tas hitam
baru, hadiah dari ibuku. Tas itu cukup untuk membawa sebuah laptop, teman
karibku tuk bergelut dengan ilmu-ilmu baru. Hari ini semuanya serba baru, tas
baru, buku baru, teman baru, kelas baru,
dan lain-lain yang masih baru. Sejenak aku menarik nafas dalam-dalam. Berhenti.
Akankah aku menemukan dambaan baru? Sulit bagiku untuk menjawabnya
sekarang, yang penting bagiku aku bisa belajar dan terus belajar.
Ada
yang spesial pada hari ini, aku genap berulang tahun di umur yang ke-20. Tak
terasa umurku sudah mencapai kepala dua, padahal rasanya aku baru lahir di
dunia fana ini. 3 September 1992, tanggal yang akan selalu aku kenang seumur
hidupku. Kala itu, langit biru masih membentang luas di atas kepala manusia,
aku lahir ke bumi bak secarik kertas putih, bersih, suci, dan fitrah. Dua
dekade kemudian, aku menyisiri jalanan di kertamukti. Kayuhan langkahku
beriringan dengan kayuhan langkah Indra Saputra, senyuman tampak jelas dari
raut muka kami. Kami bersemangat memulai kuliah yang kami dambakan.
Tatapan
mataku mengarah ke gedung FISIP, ku lihat ia berdiri gagah di antara
gedung-gedung lainnya. Gedung yang memiliki tiga lantai ini, akan menjadi saksi
bisu perjalananku di Ciputat. Kami mempercepat langkah kaki menuju pintu masuk,
sesaat setelah aku masuk ku melihat orang-orang di sekelilingku. Lobby tampak
ramai kali ini, terlihat puluhan muka asing yang kurang ku kenal. Wajah mereka
berseri-seri, pancaran kebahagiaan muncul dari muka mereka, kegembiraan menghiasi
senyuman mereka, canda-tawa seakan terus melengkapi satu persatu, lamanya
liburan menambah rasa kangen di antara mereka.
Pandangan
bola hitam mata ini melihat selembar kertas di tanganku yang bertuliskan mata
kuliah, nama dosen dan ruangan kelas. Sejurus kemudian mataku mulai sibuk
mencari jadwal pertamaku. Aku bernafas sejenak, Bahasa Arab 1 itulah pelajaran
pertamaku. Tertulis jelas nama dosen pada lembaran ini, beliau adalah Suparto, M.Ed., Ph.D. Aku menuju kelas pertamaku, kelas
itu terletak di lantai dua gedung ruang 205. Hal berbeda dirasakan Indra, orang
awak ini berbeda kelas denganku, aku kelas A sedangkan dia kelas B. Kami
berpisah menuju kelas masing-masing. Ku naiki tangga putih ini, tak butuh waktu
lama aku sudah berada di lantai dua. Aku masuk ke ruangan, ku lihat wajah-wajah
asing di kelas ini, mereka asing bagiku. Suara percakapan di sekeliling mengiringi
kelas, lantunan kata demi kata terucap dari mereka. Ada yang berkenalan, ada
yang bersenda gurau, ada yang sibuk membaca buku, ada yang mengotak-atik
handphone, semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tatapanku tertuju
kepada gadis berparas cantik, matanya begitu indah kala itu, Subhanallah aku
kagum melihatnya, sejenak aku tinggalkan menatapnya, anggapanku itu hanya
sebuah nikmat bagiku. Mataku sibuk mencari teman yang aku kenali, ya akhirnya
aku menemuakan Ardiansyah, mantan santri di kampung damai juga.
Berjalan
aku menghampirinya, aku mencari tempat duduk yang enak untuk bisa berbicara
dengannya. Tiba-tiba berdiri di hadapan kami sesosok orang asing lainnya, ia
berbicara di depan halayak mahasiswa. Salam yang mengalir dari lindahnya memecah
keributan di antara kami, semua mata tertuju padanya, tanpa rasa canggung ia
mulai berbicara
“Dari pada kita ngomong yang tidak jelas,
alangkah baiknya kita maju, dan memperkenalkan diri satu persatu, agar bisa
saling mengenal,” tandas orang asing ini dengan logat khasnya, yang tak ku
mengerti.
Sejurus
kemudian, ia adalah orang pertama yang mengenalkan dirinya, namanya Rahmat
Abril Kholis, asal Bengkulu. Kami pun seakan tersihir oleh perkataannya,
perkataannya seakan mengandung ilmu-ilmu sihir, tanpa disadari satu persatu
maju memperkenalkan dirinya. Canda tawa mengalir deras dari kami, dalam
perkenalan ada yang berani, ada yang malu, ada yang melucu, ada yang maunya
cepat selesai, dan hal lain yang melengkapai bumbu indah pagi ini. Aku pun tak
kalah sibuk menyiapkan telingga besarku, ku pasang ia tuk mendengarkan setiap
kalam yang keluar dari mulut mereka. Ku lihat banyak calon orang hebat di kelas
ini, tak hanya itu, ada dua wanita yang selanjutnya akan aku juluki wanita
berkerudung merah dan Ijo Lumut, yang kelak akan mewarnai hariku. Sesaat kemudian,
tiba waktuku untuk memperkenalkan diri. Aku maju di hadapan mereka, langkah
kaki aku atur sedemikian rupa agar terlihat gagah, wajah agak sombong aku buat
sebisa mungkin, akhirnya aku sampai tepat di tengah-tengah kelas, seraya
berucap.
“Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu,”
aku memulai salam sambil mengerakkan tangan kananku dari pundak kiri, ke pundak
kanan, lalu ke dahi, kemudian ke mulut, seakan-akan aku adalah seorang nasrani
yang taat.
“Walaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuhu,”
jawab mereka dengan seribu tanda tanya di dalam hatinya.
Aku
melanjutkan perkenalan ini dengan menimbulkan rasa heran, “Perkenalkan, namaku
Rendy Iskandar Chaniago, aku berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat,
sekolahku dari ITTC, ada yang masih mau bertanya?” kataku mulai mengakhiri
perkenalan ini.
Selesainya
perkenalan, aku berjalan menghampiri tempat dudukku tadi. Sengaja aku
bertingkah memulai salam laksana seorang nasrani, aku hanya ingin meninggalkan
rasa aneh dan penasaran, sebab bagiku kesan pertama pada pertemuan pertama akan
membekas dalam. Tak terasa, sesi perkenalan selesai, Rahmat pun maju di depan
khalayak. Ia mengusulkan agar diadakan pemilihan ketua mahasiswa, sekretaris,
bendahara, dan humas kelas. Aku menyerobot perkataannya
“Sudah, anda saja yang langsung menjadi ketua
mahasiswa, gak usah pemilihan..!!” tandasku kepadanya, Rahmat menjawab “Gak
donk, harus ada pemilihan kita kan anak politik, harus demokratis donk,” sekali
lagi dengan logat anehnya.
Pemilihan
kelas dimulai, hiruk pikuk suasana pemilu seakan terasa di ruangan ini, ruangan
yang cukup menampung 40 orang lebih. Lagi-lagi orang asing tadi berkata siapa
yang berkeinginan menjadi ketua agar maju. Hatiku tergugah untuk maju, aku
berkeinginan menanamkan nilai-nilai yang pernah aku dapatkan dulu di kampung
damai. Aku maju lagi, aku berdiri menghadap khalayak, terhitung di sampingku
terdapat empat orang lain selain si asing tadi, Rahmat. Nama kandidat mulai di
tulis di white board, ternyata empat kandidat lain adalah, Rahmat, Aang, Azmi,
dan Hanifa. Nama kami tercantum jelas pada papan putih, mungkin ini awal baik
ikut pemilihan sebelum mungkin suatu saat aku akan berkampanye di hadapan
ratusan ribu bahkan jutaan pendukungku, dalam hatiku untuk terjun ke politik,
why not?
Pemilihan
ketua mahasiswa kami tak butuh tempat pemungutan suara, tak butuh pengamanan
ketat, tak butuh bilik dusta, tak butuh tinta ungu tanda pemilihan, yang di
butuhkan hanya partisipasi kami dalam pemilihan. Pemilihan tak butuh lama, kami
cukup mengangkat tangan kepada orang bersangkutan. Di papan putih tersebut akan
ditentukan siapa pemimpin bahtera kelas ini menuju akhir jalan semster satu.
Dan untuk kesekian kalinya orang asing itu terpilih memimpin jalannya bahtera,
sebagai calon kandidat aku pun mendapatkan bagian, aku menjadi bendahara kelas.
Bendahara, itulah bagianku, bagian yang sering aku dapatkan dulu di pondok
perjuangan Riyadhatul Mujahidin, Kendari. Uang selalu mengiasi hari-hariku,
setiap beban di pundakku kemungkinan besar berhubungan langsung dengan uang dan
uang lagi. Bagi itu bukan masalah, mungkin dengannya aku bisa mengatur diriku
dan keuangan kelas.
Tercantum
di papan putih
Ketua Mahasiswa : Rahmat Abril Kholis
Wakil ketua : Ahmad Kiflan (Aang)
Sekretaris : Akbar Azmi dan Muh. Ismail
Bendahara : Nurvhika dan Rendy Iskandar
Humas : Hanifa
Nama-nama
di atas adalah mereka yang akan bergelut demi kesejahteraan kelas, membawa
kelas ini menuju indeks prestasi yang membanggakan. Di bawah komando Rahmat,
bahtera kelas ini akan mengarungi lautan bebas di hadapan kami, bahtera ini
akan mengiringi langkah kami mencari ilmu-ilmu dari alam yang membentang luas. Kelasku
adalah Hubungan Internasional 2012 1A. Inilah hari pertamaku kuliah, di kampus
biru ini, di kampus Islam negeri, di selatan Ibu Kota, di pinggiran Kertamukti.
Akan kutuliskan ceritaku, akan ku ukir cerita tersebut dengan tinta emas, akan
ku awali kisah pertualanganku, dengan menyebut nama-Mu.
بِسْمِ اللهِ الرّحْمَنِ الرَحِيْمِ
شَمِّرْ وَ جِدَّ لِأَمْرٍ أَنْتَ طَا لِبُهُ
إِذْ
لَا تُنَالُ مَعَا لِى قَطٌّ بِالكَسَلِ
subhanallah..indahnya kebersamaan.
BalasHapussaling mengerti dan dimengerti.
kita semua berbeda, namun kita satu
#HIAMADANI
BalasHapus#HIASUKSES
#HIAIPMEROKET
tulis lagi dong mas cacan
BalasHapusSiap yang akhir jalan dalam project mbak" ayune...
BalasHapusDoain aja tambah bagus bahasanya