Rabu, 16 Januari 2013

Filled Under:

DI AWAL JALAN

11.38

Senin, 3 September 2012


           Detak jatung terus melantun, dan langkah kaki tetap terpadu mengiringi semangatku tuk menyonsong pagi indah pertama di Kampus FISIP UIN Syarif Hidayatullah. Jariku menari-nari menyiapkan buku-buku baru untuk kuliah, semangat mengebu-gebu seakan hendak tumpah membasahi kamarku. Mentari pagi itu seakan tersenyum melihatku mulai kuliah. Padahal sejatinya aku sudah terlambat dua tahun, tapi bagiku pengalaman lebih penting dari pada semuanya. Aku menjinjing tas hitam baru, hadiah dari ibuku. Tas itu cukup untuk membawa sebuah laptop, teman karibku tuk bergelut dengan ilmu-ilmu baru. Hari ini semuanya serba baru, tas baru,  buku baru, teman baru, kelas baru, dan lain-lain yang masih baru. Sejenak aku menarik nafas dalam-dalam. Berhenti. Akankah aku menemukan dambaan baru? Sulit bagiku untuk menjawabnya sekarang, yang penting bagiku aku bisa belajar dan terus belajar.
            Ada yang spesial pada hari ini, aku genap berulang tahun di umur yang ke-20. Tak terasa umurku sudah mencapai kepala dua, padahal rasanya aku baru lahir di dunia fana ini. 3 September 1992, tanggal yang akan selalu aku kenang seumur hidupku. Kala itu, langit biru masih membentang luas di atas kepala manusia, aku lahir ke bumi bak secarik kertas putih, bersih, suci, dan fitrah. Dua dekade kemudian, aku menyisiri jalanan di kertamukti. Kayuhan langkahku beriringan dengan kayuhan langkah Indra Saputra, senyuman tampak jelas dari raut muka kami. Kami bersemangat memulai kuliah yang kami dambakan.
            Tatapan mataku mengarah ke gedung FISIP, ku lihat ia berdiri gagah di antara gedung-gedung lainnya. Gedung yang memiliki tiga lantai ini, akan menjadi saksi bisu perjalananku di Ciputat. Kami mempercepat langkah kaki menuju pintu masuk, sesaat setelah aku masuk ku melihat orang-orang di sekelilingku. Lobby tampak ramai kali ini, terlihat puluhan muka asing yang kurang ku kenal. Wajah mereka berseri-seri, pancaran kebahagiaan muncul dari muka mereka, kegembiraan menghiasi senyuman mereka, canda-tawa seakan terus melengkapi satu persatu, lamanya liburan menambah rasa kangen di antara mereka.
            Pandangan bola hitam mata ini melihat selembar kertas di tanganku yang bertuliskan mata kuliah, nama dosen dan ruangan kelas. Sejurus kemudian mataku mulai sibuk mencari jadwal pertamaku. Aku bernafas sejenak, Bahasa Arab 1 itulah pelajaran pertamaku. Tertulis jelas nama dosen pada lembaran ini, beliau adalah Suparto, M.Ed., Ph.D. Aku menuju kelas pertamaku, kelas itu terletak di lantai dua gedung ruang 205. Hal berbeda dirasakan Indra, orang awak ini berbeda kelas denganku, aku kelas A sedangkan dia kelas B. Kami berpisah menuju kelas masing-masing. Ku naiki tangga putih ini, tak butuh waktu lama aku sudah berada di lantai dua. Aku masuk ke ruangan, ku lihat wajah-wajah asing di kelas ini, mereka asing bagiku. Suara percakapan di sekeliling mengiringi kelas, lantunan kata demi kata terucap dari mereka. Ada yang berkenalan, ada yang bersenda gurau, ada yang sibuk membaca buku, ada yang mengotak-atik handphone, semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tatapanku tertuju kepada gadis berparas cantik, matanya begitu indah kala itu, Subhanallah aku kagum melihatnya, sejenak aku tinggalkan menatapnya, anggapanku itu hanya sebuah nikmat bagiku. Mataku sibuk mencari teman yang aku kenali, ya akhirnya aku menemuakan Ardiansyah, mantan santri di kampung damai juga.
            Berjalan aku menghampirinya, aku mencari tempat duduk yang enak untuk bisa berbicara dengannya. Tiba-tiba berdiri di hadapan kami sesosok orang asing lainnya, ia berbicara di depan halayak mahasiswa. Salam yang mengalir dari lindahnya memecah keributan di antara kami, semua mata tertuju padanya, tanpa rasa canggung ia mulai berbicara

“Dari pada kita ngomong yang tidak jelas, alangkah baiknya kita maju, dan memperkenalkan diri satu persatu, agar bisa saling mengenal,” tandas orang asing ini dengan logat khasnya, yang tak ku mengerti.

            Sejurus kemudian, ia adalah orang pertama yang mengenalkan dirinya, namanya Rahmat Abril Kholis, asal Bengkulu. Kami pun seakan tersihir oleh perkataannya, perkataannya seakan mengandung ilmu-ilmu sihir, tanpa disadari satu persatu maju memperkenalkan dirinya. Canda tawa mengalir deras dari kami, dalam perkenalan ada yang berani, ada yang malu, ada yang melucu, ada yang maunya cepat selesai, dan hal lain yang melengkapai bumbu indah pagi ini. Aku pun tak kalah sibuk menyiapkan telingga besarku, ku pasang ia tuk mendengarkan setiap kalam yang keluar dari mulut mereka. Ku lihat banyak calon orang hebat di kelas ini, tak hanya itu, ada dua wanita yang selanjutnya akan aku juluki wanita berkerudung merah dan Ijo Lumut, yang kelak akan mewarnai hariku. Sesaat kemudian, tiba waktuku untuk memperkenalkan diri. Aku maju di hadapan mereka, langkah kaki aku atur sedemikian rupa agar terlihat gagah, wajah agak sombong aku buat sebisa mungkin, akhirnya aku sampai tepat di tengah-tengah kelas, seraya berucap.

“Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu,” aku memulai salam sambil mengerakkan tangan kananku dari pundak kiri, ke pundak kanan, lalu ke dahi, kemudian ke mulut, seakan-akan aku adalah seorang nasrani yang taat.

“Walaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuhu,” jawab mereka dengan seribu tanda tanya di dalam hatinya.
            Aku melanjutkan perkenalan ini dengan menimbulkan rasa heran, “Perkenalkan, namaku Rendy Iskandar Chaniago, aku berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat, sekolahku dari ITTC, ada yang masih mau bertanya?” kataku mulai mengakhiri perkenalan ini.
            Selesainya perkenalan, aku berjalan menghampiri tempat dudukku tadi. Sengaja aku bertingkah memulai salam laksana seorang nasrani, aku hanya ingin meninggalkan rasa aneh dan penasaran, sebab bagiku kesan pertama pada pertemuan pertama akan membekas dalam. Tak terasa, sesi perkenalan selesai, Rahmat pun maju di depan khalayak. Ia mengusulkan agar diadakan pemilihan ketua mahasiswa, sekretaris, bendahara, dan humas kelas. Aku menyerobot perkataannya

“Sudah, anda saja yang langsung menjadi ketua mahasiswa, gak usah pemilihan..!!” tandasku kepadanya, Rahmat menjawab “Gak donk, harus ada pemilihan kita kan anak politik, harus demokratis donk,” sekali lagi dengan logat anehnya.

            Pemilihan kelas dimulai, hiruk pikuk suasana pemilu seakan terasa di ruangan ini, ruangan yang cukup menampung 40 orang lebih. Lagi-lagi orang asing tadi berkata siapa yang berkeinginan menjadi ketua agar maju. Hatiku tergugah untuk maju, aku berkeinginan menanamkan nilai-nilai yang pernah aku dapatkan dulu di kampung damai. Aku maju lagi, aku berdiri menghadap khalayak, terhitung di sampingku terdapat empat orang lain selain si asing tadi, Rahmat. Nama kandidat mulai di tulis di white board, ternyata empat kandidat lain adalah, Rahmat, Aang, Azmi, dan Hanifa. Nama kami tercantum jelas pada papan putih, mungkin ini awal baik ikut pemilihan sebelum mungkin suatu saat aku akan berkampanye di hadapan ratusan ribu bahkan jutaan pendukungku, dalam hatiku untuk terjun ke politik, why not?
            Pemilihan ketua mahasiswa kami tak butuh tempat pemungutan suara, tak butuh pengamanan ketat, tak butuh bilik dusta, tak butuh tinta ungu tanda pemilihan, yang di butuhkan hanya partisipasi kami dalam pemilihan. Pemilihan tak butuh lama, kami cukup mengangkat tangan kepada orang bersangkutan. Di papan putih tersebut akan ditentukan siapa pemimpin bahtera kelas ini menuju akhir jalan semster satu. Dan untuk kesekian kalinya orang asing itu terpilih memimpin jalannya bahtera, sebagai calon kandidat aku pun mendapatkan bagian, aku menjadi bendahara kelas. Bendahara, itulah bagianku, bagian yang sering aku dapatkan dulu di pondok perjuangan Riyadhatul Mujahidin, Kendari. Uang selalu mengiasi hari-hariku, setiap beban di pundakku kemungkinan besar berhubungan langsung dengan uang dan uang lagi. Bagi itu bukan masalah, mungkin dengannya aku bisa mengatur diriku dan keuangan kelas.

            Tercantum di papan putih
            Ketua Mahasiswa    : Rahmat Abril Kholis
            Wakil ketua              : Ahmad Kiflan (Aang)
            Sekretaris                   : Akbar Azmi dan Muh. Ismail
            Bendahara                 : Nurvhika dan Rendy Iskandar
            Humas                       : Hanifa

            Nama-nama di atas adalah mereka yang akan bergelut demi kesejahteraan kelas, membawa kelas ini menuju indeks prestasi yang membanggakan. Di bawah komando Rahmat, bahtera kelas ini akan mengarungi lautan bebas di hadapan kami, bahtera ini akan mengiringi langkah kami mencari ilmu-ilmu dari alam yang membentang luas. Kelasku adalah Hubungan Internasional 2012 1A. Inilah hari pertamaku kuliah, di kampus biru ini, di kampus Islam negeri, di selatan Ibu Kota, di pinggiran Kertamukti. Akan kutuliskan ceritaku, akan ku ukir cerita tersebut dengan tinta emas, akan ku awali kisah pertualanganku, dengan menyebut nama-Mu.

بِسْمِ اللهِ الرّحْمَنِ الرَحِيْمِ
شَمِّرْ وَ جِدَّ لِأَمْرٍ أَنْتَ طَا لِبُهُ
 إِذْ لَا تُنَالُ مَعَا لِى قَطٌّ بِالكَسَلِ

4 komentar:

  1. subhanallah..indahnya kebersamaan.
    saling mengerti dan dimengerti.
    kita semua berbeda, namun kita satu

    BalasHapus
  2. #HIAMADANI
    #HIASUKSES
    #HIAIPMEROKET

    BalasHapus
  3. Siap yang akhir jalan dalam project mbak" ayune...
    Doain aja tambah bagus bahasanya

    BalasHapus