Kamis, 22 November 2012

Filled Under:

TIDAK ADA HAK ASASI MANUSIA UNIVERSAL

07.45



sumber : truthaholics.wordpress.com 

Semenjak berakhirnya perang dingin dan runtuhnya Uni Soviet menyebabkan beralihnya masalah pertentangan blok Barat, blok Timur dan komunisme, ke masalah hak asasi manusia. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional tak lepas dari gelombang isu hak asasi manusia yang melanda dunia, maka penting untuk membahas HAM dalam prespektif Negara Kestuan Republik Indonesia (NKRI). 

Isu tentang HAM mencuat dimulai dari diskusi PBB menghasilkan beberapa piagam penting antara lain Deklarasi Universal HAM (1948), dua perjanjian yakni Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Konvenan Internasional Ekonomi Sosial Budaya (1966), serta Deklarasi Wina (1993). Deklarasi wina sebagai bentuk tercapainya konsensus antar negara barat dan non-barat bahwa HAM bersifat universal, walaupun terjadi perbedaan dalam implementasinya sesuai dengan ciri khas negaranya.

Sebenarnya masalah hak asasi manusia bukanlah merupakan masalah baru dalam sejarah manusia. Jauh sebelum Magna Charta, di dunia islam terlebih dahulu ada suatu piagam tentang HAM yang dikenal dengan “Piagam Madinah” di Madinah pada tahun 622, yang memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia bagi penduduk Madinah yang terdiri atas beragam suku dan agama. Sehubungan HAM pertama kali merupakan hak-hak dasar yang dibawa manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, maka perlu dipahami bahwa HAM tidak bersumber dari negara dan hukum, tetapi semata-mata bersumber dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Fungsi negara dan hukum adalah suatu pengakuan dan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut. Telah dijelaskan diatas bahwa hak asasi manusia bersifat tidak universal, dalam arti ada perbedaan dan tidak harus sama di mana saja dan kapan saja. Sebab, dalam pandangan agama dan negara terdapat beberapa nilai yang saling bertentangan.

Menurut H. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Phil, Ph.D dalam bukunya “Islam, HAM, dan Kebebasan Beragama” bertentangan nilai agama dan HAM disebabkan perspektif manusia Barat telah terbentuk oleh doktrin humanisme. Sehingga terjadi pengeseran dari sentralitas Tuhan kepada sentralitas manusia, mereka menganggap manusia lebih penting dari agama dan sikap manusia lebih mulia daripada sikap religius. Humanisme dianggap anti agama, sebaliknya agama dituduh anti kemanusiaan.

 Jadi saya berpendapat bahwa memaknai konteks hak asasi dan kebebasan harus dimaknai menurut pandangan agama dan negara-negara masing-masing tanpa ada ketentuan mutlak. Hal ini disebabkan yang mengajarkan dan memperkenalkan HAM berasal dari Tuhan melalui ajaran agama. Jadi tidak boleh ada pemaksaan sebuah negara harus menjalankan hak asasi sesuai dengan dekralasi DUNHAM, karena pemaksaan telah melanggar hak asasi dan kebebesan itu sendiri. Adapun fungsi negara ketika HAM bertentangan dengan agama adalah mengatur dan mendamaikan dengan lembaga-lembaga resmi agama tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar