sumber : mbooh.wordpress.com
Hubungan
antara agama dan negara sangat menarik
untuk diperbincangkan. Hal ini disebabkan, adanya tiga paradigma mengenai
hubungan ini, pertama paradigma integralistik, kedua pagadigma simbiotik dan
terakhir paradigma sekularistik. Seperti yang kita ketahui Indonesia termasuk
pada golongan kedua yaitu, paradigma simbiotik. Muncul wacana Apakah mungkin
Indonesia menjadi negara agama atau negara sekuler? Timbul perdebatan yang
panjang tentang ini, sebelum membahasanya lebih baik kita mempelajari sejarah
terbentunknya negara Indonesia.
Soekarno
pernah berkata Jas Merah (Jangan lupa sejarah), sejarah adalah guru kehidupan
dengan mempelajari sejarah membuat orang lebih arif dalam berfikir, berkata ,
dan berbuat. Allah bertanya “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang
yang tidak mengetahui?”(Az-Zumar [39] : 9). Agama dan negara adalah dua satuan
sejarah, yang berbeda hakikatnya. Agama adalah kabar gembira dan peringatan,
sedangkan negara adalah kekuatan pemaksa (coercion). Tetapi agama dan negara di
Indonesia dapat bertemu, ketika keduanya dilembagakan dalam partai yang
berdasarkan Pancasila.
Pancasila di sini berfungsi sebagai titik pertemuan atau nukthatul liqo’ yang terlahir dari suatu kesadaran bersama. Menurut As’ad Said Ali, seorang cendekiawan muslim para pendiri republik ini telah memberi landasan yang kokoh bagi suatu bangsa besar multietnik, multiagama, dan ribuan pulau. Ajaran islam telah menyumbang banyak kepada Indonesia dan membentuk civic culture, “nasional” solidarity, ideologi jihad dan kontrol sosial tandas Kontowijoyo. Sedangkan menurut Prof. Drs. S. Pamudji, MPA negara dan agama tak dapat dipisahkan dari Indonesia tetapi tidak pula diartikan sebagai negara agama, negara kita berideologikan atas asas Ke Tuhanan Yang Maha Esa, yang berarti ketika menjalankan kehidupan bernegara menolak paham atheisme dan sekularisme.
Jadi,
menurut pandangan saya Indonesia bukan merupakan negara agama dan juga bukan
negara sekuler. Bangsa ini adalah bangsa nasionalis religius yang berasaskan
kepada Tuhan. Apabila hendak menjadikan negara ini sebagai negara sekuler, maka
hendaklah mengganti sila pertama Pancasila, agar ideologi bangsa bukan Ke
Tuhanan melainkan pemisahan antara agama dan negara. Bila berhasil mengubah
Pancasila maka sama dengan mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
maka akan merengangkan dan melebarkan jarak perekat perbedaan bangsa dan
menyebabkan perpecahan di dalam NKRI. Seharusnya kita bangga dengan paradigma
simbiotik bangsa kita, karena banyak negara berkembang lainnya kagum akan ide
para pendiri republik ini. Oleh karena itu, tetaplah berpegangan pada paradigma
ini karena ia merupakan benang merah diantara kemajemukan bangsa ini agar dapat
tercapai cita-cita yang diimpikan.
0 komentar:
Posting Komentar