Selasa, 29 Januari 2013

Filled Under:

MURAH TAK BERARTI JELEK

09.42




Langit biru menampakan senyum kebahagiaan didampingi petakan sawah hijau yang membentang luas di kedua sisi jalan. Tidak ada asap kendaraan yang menyesakkan, hanya segelintir motor dan sepeda yang kami ketemui. Sesekali dijumpai beberapa penangkaran ikan dan rumah joglo. Penduduk menyapa kami dengan senyuman hangat bersahaja.

Desa yang damai dan tentram ini, sejatinya memiliki banyak pesona dan peninggalan sejarah yang sayang untuk dilewatkan. Desa ini bernama Canggu, terletak di kecamatan Pare, sekitar satu jam dari pusat kota Kediri. Terdapat dua situs sejarah di sini, yaitu : Candi Surowono dan Goa Surowono. Keduanya erat kaitannya dengan Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu yang berdiri pada awal abad ke-10 sampai pertengahan abad ke-12.

Adalah Goa Surowono, sebuah lorong bawah tanah seperti kanal dialiri air jernih yang mengitari sekeliling desa bahkan konon sampai pusat kota Kediri. Untuk menikmati wisata sejarah ini, tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam, cukup 2.000 rupiah untuk membayar guide dan biaya masuk.

Sebelum menikmati wisata, pengunjung diharuskan untuk menaati tata tertib dan peraturan yang tercantum jelas di pintu masuk. Selain itu, membawa pakaian ganti juga penting, dikarenakan pengunjung akan basah kuyup saat keluar dari goa. Goa surowono ini terletak di belakang halaman rumah penjaga goa, tepatnya di sebuah lubang besar yang dikeliling bambu hijau menjulang tinggi.

Untuk masuk goa pengunjung harus menuruni beberapa anak tangga. Kemudian kami dihadapkan pada dua buah goa, sebuah goa yang terbuka lebar dan goa yang terkunci rapat oleh gembok. Goa yang terbuka adalah goa yang akan kami telusuri, sedangkan yang tertutup untuk mereka yang hendak bersemedi. Kami harus terjun ke air sebelum masuk, air jernih yang mengalir di mulut goa membuat kami bisa melihat bebatuan dibawah kami.

Saat berdiri di mulut goa, kami di hadapkan pada goa yang memiliki tinggi kira-kira 190 cm dan lebar sekitar 50 cm. Rasa penasaran memuncak ke ubun-ubun, rasa itu bercampur dengan kagum yang berdentum seiring kami mulai melangkah masuk. Seorang guide akan memandu kami masuk, kami berbaris rapi laksana semut yang menunggu giliran menyelusuri gua. Dua buah senter akan menemani setiap rombongan, satu senter di genggam guide yang lainnya dipegang pengunjung terakhir.

Memasuki lubang gua Surowono yang pertama, kami masih bisa berjalan tegak di dalam lorong, namun memasuki lorong kedua kami harus berjongkok karena langit-langit gua yang rendah. Selanjutnya, memasuki lubang gua yang ketiga, berjalan berjalan sambil duduk, dan kami harus merangkak atau berenang untuk keluar goa.

Begitu juga bernapas, kami tidak terlalu merasa sesak di mulut goa, namun seiring melangkah lebih dalam kami mulai kesulitan bernapas karena jalan goa mulai menyempit dan semakin menyempit. Panjang goa yang boleh ditelusuri umum berkisar 70 meter, panjang tersebut terbagi atas empat buah lorong. Gua ini memiliki beberapa lorong yang bercabang, ada yang menuju lorong-lorong lain dan ada pula yang buntu.

Menurut pengakuan guide kami, sejatinya goa ini berfungsi sebagai tempat perlarian raja-raja kediri ketika diserang musuh. Oleh karena itu, goa ini memiliki banyak cabang yang dapat menjebak musuh yang mengikuti. Rasa penasaran kami pun mulai luntur seiring keluar dari goa, namun kami merasa selayaknya situs sejarah ini harus mendapat perhatian khusus di pemerintah daerah, sehingga menjadi lubung pendapatan daerah.

0 komentar:

Posting Komentar