Senin, 24 Desember 2012

Filled Under:

PERIHAL UCAPAN NATAL BAGI MUSLIM

17.33


sumber gambar : tourworldinfo.blogspot.com

Sebuah tulisan dari sahabat yg sedang menuntut ilmu di kota Madinah :
Afza Fajri Khatami
(KHUSUS UNTUK KAUM MUSLIM)

"Ummat Kristen itu pada masa Rasulullah sudah ada. Begitu pula perayaan Natal, ucapan selamat hari natal dan lain sebagainya. Toh tidak pernah Rasulllah Shallallahu Alaihi Wasallam memakai "Dalil-dalil" yang dipakai oleh mereka para pendukung Natal yang membolehkan mengucapkan "Selamat Natal". Para sahabat, tabi'in, tabi'ut Tabi'in dan Imam Madzhahibil Arba'ah (Imam Ahmad Bin Hambal, Imam Hanafi, Imam Malik, Dan Imam Syafi'i) Radhiyallahu Anhum juga tidak pernah mengucapkanS elamat Natal Kepada mereka". 

Bagaimanakah Sikap Umat Islam dalam masalah ini ???. Hal ini pernah dipermasalahkan, saat beberapa kelompok mempersalahkan tentang PNB (Perayaan Natal Bersama) sebagai wujud toleransi antar umat beragama, seakan-akan seperti ingin menunjukkan bahwa umat Islam yang tidak merayakan natal bersama berarti tidak tolerir kepada mereka, serta tidak menghormati umat Nasrani, Tentulah tidak seperti itu dalam menyimpulkanya. Dalam masalah ini, semua ulama sepakat bahwa menghadiri perayaan hari besar agama lain adalah haram hukumnya. Selain itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diketuai K. H. M. Syukri Ghozali dan Sekretaris beliau Drs. H. Mas'udi pada 1 Jumadil Awal 1401 H / 7 Maret 1981 di jakarta, telah menyatakan bahwa perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya baik, yaitu merayakan dan menghormati Nabi Isa As, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari aqidah. Wallahul Musta'an,,, !!!
KEPUTUSAN DAN FATWA MUI :yaitu ( "Memutuskan Memfatwakan bahwa Perayaan Natal di indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa As, akan tetapi Natal Itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas. (soal permasalahan Aqidah). Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumya haram. Agar Ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal" ). (InsyaAllah keputusan dan fatwa MUI secara lengkap akan di lampirkan dalam status selanjutnya...).
Kalau memang ada dalil atau larangan mengucapkanya, maka tidak usah lah kita mengucapkan "selamat Natal" kepada mereka. Diam merupakan toleransi yang terbaik dalam masalah ini, dan tanpa mengorbankan akidah kita. Hendaknya kita tidak sampai tersesat oleh ulama su' yang jauh dari petunjuk hidayah Allah subhanahu Wa Ta'ala. Naudzubilah..!!! 

"Ya Allah... berikanlah kami ulama-ulama yang baik, dan perbaikilah ulama-ulama kami. Berikanlah kami pemimpi-pemimpin yang baik, serta perbaikilah pemimpin-pemimpin kami, dan berikanlah kami guru, dan pendidik yang baik, serta perbaikilah guru dan pendidik kami". Syaikhul Islam Ibnu Timiyah berkata, "Ikut merayakan hari-hari besar mereka tidak diperbolehkan karena dua alasan".

Alasan Pertama : Bersifat umum, bahwa hal tersebut berarti mengikuti ahli Kitab, yang tidak ada dalam ajaran kita dan tidak ada dalam kebiaasaan Salaf. Mengikutinya berarti mengandung kerusakan dan meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Bahkan seandainya kesamaan yang kita lakukan merupakan sesuatu ketetapan semata, bukan karena mengambilnya dari mereka, tentu yang disyari'atkan adalah menyelisihiya karena dengan menyelisihinya terdapat maslahat. Maka barangsiapa mengikuti mereka, dia telah kehilangan maslahat ini sekali pun tidak melakukan mafsadah (kerusakan) apapun, terlebih lagi kalau dia melakukannya. 

Alasan Kedua : Karena hal itu adalah bid'ah yang diada adakan. Alasan ini jelas menunjukkan bahwa sangat dibenci hukumnya menyerupai mereka dalam hal itu". Beliau juga mengatakan, "Tidak halal bagi kaum muslimin ber-Tasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka ; seperti, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan perhiasan.

Ringkasnya, tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas dari syi'ar mereka pada hari itu. (Dalam Iqtidha Shirathal Mustaqim, pentahqiq Dr Nashir Al-'Aql1/425-426). Dinukil dari tulisan Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, dalam kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy). 

Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran, Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besar mereka. Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara rutin oleh orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang diagungkan oleh orang kafir yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikut mengagungkannya. Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain:

1. Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan. 

2.Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara bertahap tanpa terasa. Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari raya mereka. Karena ia akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan. Tentunya dalam masalah aqidah, bukan muamalah ( pergaulan).
Maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut. Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah. Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran. sebagaimana firman Allah Yang artinya:

"Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (Al Ma'idah :2).

Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri, saudara, dan kerabatnya, serta berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah dan laknatNya. Hendaknya kita mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan Dia sebagai penolong. Wallahu A'lam Bish Showab... 

Semoga Allah selalu meridhoi segala amal perbuatan yang kita kerjakan, tentunya segalanya akan di mintai pertanggung jawabanya oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

*Referensi:
1. Al Qur'anul Karim.
2. Iqtidha Shirathal Mustaqim, tahqiq Dr Nashir Al-'Aql 1/425-426).
(Dinukil dari tulisan Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, dalam kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-Aliy).
3. Majmu Fatawa 25/329-330.
4. Fatwa Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang Perayaan Milenium Baru tahun 2000.
5. Majmu' Fatawa Fadlilah asy Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin, III /44-46 No.403.
6. Penetapan dan keputusan, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1 Jumadil Awal 1401 H / 7 Maret 1981. 

Kota Nabi, 12 Shafar 1434 H / 24 Desember 2012 M

0 komentar:

Posting Komentar