Langit kala itu masih gelap, angkasa pun hanya dihiasi sang
rembulan dan bintang-bintang, para anak adam masih tertidur lelap hanya
segelintir manusia telah beraktifitas. Dinginnya angin kota Bandung masuk ke
tulang melewati jaket nan kulit, shubuh nan-indah tak bias kutuliskan dengan
kata-kata. Shubuh itu aku, Indra, dan Habibi telah tiba di terminal Leuwi
Panjang waktu menunjukan pukul 04.00, sambil menghimpun kekuatan untuk bangkit
setelah tidur dalam perjalanan aku menegak sebotol air mineral dan membersihkan
mukaku nan-ngantuk tiada tara, selanjutnya kamipun mencari angkot menuju tujuan
selanjutnya Kalapa.
Tas yang kupikul terasa berat beban di pundakku bertambah
mungkin karena aku masih dalam keadaan super ngantuk, sembari menyisiri jalan
di pusat kota Bandung aku coba mengenang kesan terakhirku di sini. Sebuah
kenangan indah yang sulit untuk dilupakan selalu terukir di dalam sanubariku,
jalanan kali ini masih terlihat legang dan sepi jangankan mobil bahkan sepeda
motorpun sulit kutemukan di jalanan ini. Setibanya di Kalapa kami beristirahat
sejenak sambil berharap istirahat ini bias melepaskan pegal di badan kami,
tanpa bertele-tele kami melanjutkan perjalanan ke Lengkong Besar daerah yang
hendak di tuju terletak pada jantung kota Bandung dekat dengan Gedung Merdeka,
sebuah gedung nan indah dan bersejarah yang masih tetap kokoh berdiri di antara
indahnya bangunan modern di sekelilingnya, sebuah gedung tempat Indonesia
memprakarsai Konferensi Asia Afrika (KAA). Tanpa terasa perjalanan pun berakhir
tiba juga kami di Lengkong Besar, waktu menunjukan pukul 04.30 suara magis itu terdengar
kembali sebuah seruan Sang Pencipta untuk beribadah kepada-Nya saatnya
menunaikan kewajibanku.
Sholat
Shubuh kutunaikan, kini tiba saatnya meluncur ke rumah paman Habibi, rumah
indah ini terletak di gang-gang sempit berukuran dua kali lebar badan orang
dewasa jarak antara rumah dan rumah berdekatan, selokan hanya menjadi pelengkap
jalan di gang, rupanya tak butuh waktu lama untuk sampai ke tempat tujuan
sesampainya di sana rumah berukuran 45 ini telah penuh dengan keluarga Habibi.
Berkumpul bersama keluarga di hari nan raya merupakan keingginanku, tapi tuk
kesekian kalinya hanya harapan yang tak kunjung dapat terealisasikan meskipun
sulit aku masih tetap berharap itu terjadi. Kehangatan yang kurasakan di sini,
bagiku orang asing pasti sulit hidup di lingkungan baru keluarga besar Habibi
tapi mereka dengan ramah menyambut aku dan Indra., karena lelah yang tak
terbantahkan aku memutuskan untuk istirahat sejenak sambil menunggu sholat Ied.
Allahu Akbar….Allahu Akbar….Allahu Akbar
Allahu Akbar Kabiira Wa-l-Hamdulillahi Kastiraa
Laa Ilaha Illalahu Wallahu Akbar
Wallahu Akbar Wa Lillahi-l-Hamd
Allahu Akbar Kabiira Wa-l-Hamdulillahi Kastiraa
Laa Ilaha Illalahu Wallahu Akbar
Wallahu Akbar Wa Lillahi-l-Hamd
Suara takbir terdengar lagi, sungguh sangat agung suara
itu sebuah kalimat pujian kepada Sang Pencipta langit tak bertiang dan bumi
dengan segala isinya hanya dalam waktu enam hari. Suara itu membuat hati ini
bergetar sungguh agung nian Engkau Tuhan-ku, entah bagaimana caranya aku
bersyukur atas nikmat ini nikmat yang tiada tara maafkan aku wahai Tuhan-ku.
Aku bersimpuh di pagi ini di hari Idul Adha memohon kasih sayang-Mu…..
Sesegera mungkin aku menyiapkan pakaian untuk sholat id,
sholat sunnah yang hanya dilaksanakan dua kali setahun. Baju batik berwarna ungu
itulah pakaian yang akan kukenakan untu sholat Id dilengkapai dengan celana
jeans biru setelah berwudhu kami menuju Hotel Savoy Homann hotel bersejarah di
kota Bandung, di sini kami melaksanakan sholat Id dua rakaat. Selesainya, kami
mendengarkan khutbah Id kali ini khotib berbicara bahwa ritual kurban dan
sholat erat ikatannya maka dari itu kita hendaknya selalu menjaga dan
melaksanakan ritual ini, walaupun akhir-akhir ini ada yang berwacana kenapa tidak dikumpulkan uangnya saja? Karena
uang lebih penting dari pada daging kurban, inilah para pemikiran orentalis hendak
merusak akidah kita Na’udzubillahi min Dzalik semoga Allah tetepa
menjaga kadar keislaman dan keimanan kita Amiin Ya Rabbal’alaamiin.
Setelah sholat kamipun mengabdikan momen indah di sini
untuk berfoto ria berikut foto-foto kami :
BANDUNG 0 KM TUGU
SEMUA AKAN DIMULAINYA DARI TITIK 0 INI
JALAN LURUS AKAN KUTEMPUH
Ada sebuah kebiasaan orang islam di Indonesia setelah
sholat Id selain berkumpul bersama keluarga yaitu makan ketupa. Sebuah nasi
yang dibungkus oleh daun janur dan dibentuk segi empat dengan buntutnya,
makanan khas di hari raya Id tradisi ini sudah melekat di tubuh masyarakat.
Ketika makan ketupat ingat kenangan kala aku sekeluarga hanya makan mie setelah
sholat Id pengalaman indah dan sedih ini selalu terkenang, bagaimana tidak di
saat yang lain makan ketupat, ayam, daging atau apalah makanan enak kami hanya
makan mie Indofood ,tapi dari sini aku mengambil pelajaran untuk bersyukur
karena masih banyak mereka yang lebih susah dan lebih sulit penderitaannya dibandingkan
keluargaku. Ramah tamah kali ini berbeda dari biasanya karena aku merasakan
langsung rending asli buatan orang Minang, kampuang nan jauh di mato naluri
makanku memuncak, nafsu makanku bertambah, sebelum makan sudah terbayang
lezatnya makanan ini…. Dengan membaca Bismillah aku mulai makan.
Ramah tamah selesai rasa laparku pun hilang, cacing di
perutku tak berdemo lagi, tubuhku telah mendapatkan energy kembali, semangatku
pun memuncak lagi untuk beraktifitas tapi penyakit setelah makan yaitu rasa
kantuk melanda badanku, menyerang seluruh syaraf tubuhku, kekenyangan mungkin
ini penyebabnya lalu aku pun tertidur pulas dan meluncur masuk ke dunia mimpi.
Sang Matahari telah duduk di singgasananya, ia tampak
gagah dan perkasa sinarnya menerang seluruh dunia hingga penjuru-penjurunya tak
terkecuali jendela di rumah kami. Jendela ukuran kecil itu tak sanggup menahan
sinarnya sedikit tapi pasti sinarnya menembus jendela dan mengenai wajahku aku
terbangun dari tidur pulasku kulihat jam di pergelangan tanganku waktu
menunjukan pukul 11.00 waktunya bersiap-siap melaksanakan sholat jum’at, sebuah
kewajiban bagi para muslimin. Ada ide bagus dari Habibi kami hendak
melaksanakannya di Masjid Raya Bandung, sebuah masjid agung di pusat kota
Bandung, masjid yang memiliki dua buah menara kembar yang bisa dinaiki dan kita
dapat melihat seisi kota Bandung dari menara ini, sungguh indahnya kota ini.
Kami bertiga bergegas menuju masjid sembari berjalan
menyisiri jalanan kota ini, tak butuh waktu lama untuk sampai ke tujuan karena
dari rumah ini kami bisa melihat menara masjid. Sebelum sholat kami berwudhu
dahulu sambil membersihkan badan sebagai syarat sahnya sholat. Berjalan ku
melihat sekeliling masjid ini, sungguh kokoh bangunan ini di hiasi tiang di sekelilingnya
dan kubah yang besar nan bagus. Khutbah dimulai sejenak ku mendengarkan khotib
berkhutbah dengan khidmat, sang khotib menjelaskan pentingnya kurban sebagai salah
satu ritual dalam agama islam. Sang khotib berkata “Dirikanlah sholat” Secara langsung
aku dan para jama’ah berdiri bersiap-siap beribadah kepada-Nya. Allahu Akbar……
Aku memulai sholat jum’at ini.
Setelah sholat kami berfoto ria lagi di beberapa tempat
di masjid, di gedung merdeka eks KAA , kantor surat kabar pikiran rakyat , dan
Jalan Asia Afrika.
SENYUM 3 JUTA DARI INDRA DAN HABIBI
SENYUMNYA MAUT PHA'
AWAS ADA MOTOR DI SAMPING KAMU
MERDEKA UCAP BAD BOYS
BANG INDRA SO COOL BRO......
MAS... NGAPAIN LIAT KE ATAS..??
AKU DAN INDRA DI DEPAN MESIN KETIK JADUL
HABIBI DI JALAN ASIA-AFRIKA
SANG BAD BOYS BERFOSE
HARI INI AKU MENGAMBIL PELAJARAN DARI PERJALANANKU DI KOTA BANDUNG
"JIKA INGIN MENJADI SEORANG BOS, MAKA KERJAKANLAH PEKERJAAN BOS JANGAN KERJAKAN PEKERJAAN KARYAWAN"
0 komentar:
Posting Komentar