Jumat, 26 Oktober 2012

Filled Under:

Bandung in Memories

23.00



        Langit kala itu masih gelap, angkasa pun hanya dihiasi sang rembulan dan bintang-bintang, para anak adam masih tertidur lelap hanya segelintir manusia telah beraktifitas. Dinginnya angin kota Bandung masuk ke tulang melewati jaket nan kulit, shubuh nan-indah tak bias kutuliskan dengan kata-kata. Shubuh itu aku, Indra, dan Habibi telah tiba di terminal Leuwi Panjang waktu menunjukan pukul 04.00, sambil menghimpun kekuatan untuk bangkit setelah tidur dalam perjalanan aku menegak sebotol air mineral dan membersihkan mukaku nan-ngantuk tiada tara, selanjutnya kamipun mencari angkot menuju tujuan selanjutnya Kalapa.

            Tas yang kupikul terasa berat beban di pundakku bertambah mungkin karena aku masih dalam keadaan super ngantuk, sembari menyisiri jalan di pusat kota Bandung aku coba mengenang kesan terakhirku di sini. Sebuah kenangan indah yang sulit untuk dilupakan selalu terukir di dalam sanubariku, jalanan kali ini masih terlihat legang dan sepi jangankan mobil bahkan sepeda motorpun sulit kutemukan di jalanan ini. Setibanya di Kalapa kami beristirahat sejenak sambil berharap istirahat ini bias melepaskan pegal di badan kami, tanpa bertele-tele kami melanjutkan perjalanan ke Lengkong Besar daerah yang hendak di tuju terletak pada jantung kota Bandung dekat dengan Gedung Merdeka, sebuah gedung nan indah dan bersejarah yang masih tetap kokoh berdiri di antara indahnya bangunan modern di sekelilingnya, sebuah gedung tempat Indonesia memprakarsai Konferensi Asia Afrika (KAA). Tanpa terasa perjalanan pun berakhir tiba juga kami di Lengkong Besar, waktu menunjukan pukul 04.30 suara magis itu terdengar kembali sebuah seruan Sang Pencipta untuk beribadah kepada-Nya saatnya menunaikan kewajibanku.


            Sholat Shubuh kutunaikan, kini tiba saatnya meluncur ke rumah paman Habibi, rumah indah ini terletak di gang-gang sempit berukuran dua kali lebar badan orang dewasa jarak antara rumah dan rumah berdekatan, selokan hanya menjadi pelengkap jalan di gang, rupanya tak butuh waktu lama untuk sampai ke tempat tujuan sesampainya di sana rumah berukuran 45 ini telah penuh dengan keluarga Habibi. Berkumpul bersama keluarga di hari nan raya merupakan keingginanku, tapi tuk kesekian kalinya hanya harapan yang tak kunjung dapat terealisasikan meskipun sulit aku masih tetap berharap itu terjadi. Kehangatan yang kurasakan di sini, bagiku orang asing pasti sulit hidup di lingkungan baru keluarga besar Habibi tapi mereka dengan ramah menyambut aku dan Indra., karena lelah yang tak terbantahkan aku memutuskan untuk istirahat sejenak sambil menunggu sholat Ied.

Allahu Akbar….Allahu Akbar….Allahu Akbar
Allahu Akbar Kabiira Wa-l-Hamdulillahi Kastiraa
Laa Ilaha Illalahu Wallahu Akbar
Wallahu Akbar Wa Lillahi-l-Hamd
 

            Suara takbir terdengar lagi, sungguh sangat agung suara itu sebuah kalimat pujian kepada Sang Pencipta langit tak bertiang dan bumi dengan segala isinya hanya dalam waktu enam hari. Suara itu membuat hati ini bergetar sungguh agung nian Engkau Tuhan-ku, entah bagaimana caranya aku bersyukur atas nikmat ini nikmat yang tiada tara maafkan aku wahai Tuhan-ku. Aku bersimpuh di pagi ini di hari Idul Adha memohon kasih sayang-Mu…..

            Sesegera mungkin aku menyiapkan pakaian untuk sholat id, sholat sunnah yang hanya dilaksanakan dua kali setahun. Baju batik berwarna ungu itulah pakaian yang akan kukenakan untu sholat Id dilengkapai dengan celana jeans biru setelah berwudhu kami menuju Hotel Savoy Homann hotel bersejarah di kota Bandung, di sini kami melaksanakan sholat Id dua rakaat. Selesainya, kami mendengarkan khutbah Id kali ini khotib berbicara bahwa ritual kurban dan sholat erat ikatannya maka dari itu kita hendaknya selalu menjaga dan melaksanakan ritual ini, walaupun akhir-akhir ini ada yang berwacana  kenapa tidak dikumpulkan uangnya saja? Karena uang lebih penting dari pada daging kurban, inilah para pemikiran orentalis hendak merusak akidah kita Na’udzubillahi min Dzalik semoga Allah tetepa menjaga kadar keislaman dan keimanan kita Amiin Ya Rabbal’alaamiin.
Setelah sholat kamipun mengabdikan momen indah di sini untuk berfoto ria berikut foto-foto kami :
 BANDUNG 0 KM TUGU

 SEMUA AKAN DIMULAINYA DARI TITIK 0 INI

 JALAN LURUS AKAN KUTEMPUH

            Ada sebuah kebiasaan orang islam di Indonesia setelah sholat Id selain berkumpul bersama keluarga yaitu makan ketupa. Sebuah nasi yang dibungkus oleh daun janur dan dibentuk segi empat dengan buntutnya, makanan khas di hari raya Id tradisi ini sudah melekat di tubuh masyarakat. Ketika makan ketupat ingat kenangan kala aku sekeluarga hanya makan mie setelah sholat Id pengalaman indah dan sedih ini selalu terkenang, bagaimana tidak di saat yang lain makan ketupat, ayam, daging atau apalah makanan enak kami hanya makan mie Indofood ,tapi dari sini aku mengambil pelajaran untuk bersyukur karena masih banyak mereka yang lebih susah dan lebih sulit penderitaannya dibandingkan keluargaku. Ramah tamah kali ini berbeda dari biasanya karena aku merasakan langsung rending asli buatan orang Minang, kampuang nan jauh di mato naluri makanku memuncak, nafsu makanku bertambah, sebelum makan sudah terbayang lezatnya makanan ini…. Dengan membaca Bismillah aku mulai makan.

            Ramah tamah selesai rasa laparku pun hilang, cacing di perutku tak berdemo lagi, tubuhku telah mendapatkan energy kembali, semangatku pun memuncak lagi untuk beraktifitas tapi penyakit setelah makan yaitu rasa kantuk melanda badanku, menyerang seluruh syaraf tubuhku, kekenyangan mungkin ini penyebabnya lalu aku pun tertidur pulas dan meluncur masuk ke dunia mimpi.

            Sang Matahari telah duduk di singgasananya, ia tampak gagah dan perkasa sinarnya menerang seluruh dunia hingga penjuru-penjurunya tak terkecuali jendela di rumah kami. Jendela ukuran kecil itu tak sanggup menahan sinarnya sedikit tapi pasti sinarnya menembus jendela dan mengenai wajahku aku terbangun dari tidur pulasku kulihat jam di pergelangan tanganku waktu menunjukan pukul 11.00 waktunya bersiap-siap melaksanakan sholat jum’at, sebuah kewajiban bagi para muslimin. Ada ide bagus dari Habibi kami hendak melaksanakannya di Masjid Raya Bandung, sebuah masjid agung di pusat kota Bandung, masjid yang memiliki dua buah menara kembar yang bisa dinaiki dan kita dapat melihat seisi kota Bandung dari menara ini, sungguh indahnya kota ini.

            Kami bertiga bergegas menuju masjid sembari berjalan menyisiri jalanan kota ini, tak butuh waktu lama untuk sampai ke tujuan karena dari rumah ini kami bisa melihat menara masjid. Sebelum sholat kami berwudhu dahulu sambil membersihkan badan sebagai syarat sahnya sholat. Berjalan ku melihat sekeliling masjid ini, sungguh kokoh bangunan ini di hiasi tiang di sekelilingnya dan kubah yang besar nan bagus. Khutbah dimulai sejenak ku mendengarkan khotib berkhutbah dengan khidmat, sang khotib menjelaskan pentingnya kurban sebagai salah satu ritual dalam agama islam. Sang khotib berkata “Dirikanlah sholat” Secara langsung aku dan para jama’ah berdiri bersiap-siap beribadah kepada-Nya. Allahu Akbar…… Aku memulai sholat jum’at ini.

            Setelah sholat kami berfoto ria lagi di beberapa tempat di masjid, di gedung merdeka eks KAA , kantor surat kabar pikiran rakyat , dan Jalan Asia Afrika.

 SENYUM 3 JUTA DARI INDRA DAN HABIBI
 SENYUMNYA MAUT PHA'

 AWAS ADA MOTOR DI SAMPING KAMU

MERDEKA UCAP BAD BOYS 

 BANG INDRA SO COOL BRO......
 MAS... NGAPAIN LIAT KE ATAS..??

 AKU DAN INDRA DI DEPAN MESIN KETIK JADUL

 HABIBI DI JALAN ASIA-AFRIKA
SANG BAD BOYS BERFOSE

HARI INI AKU MENGAMBIL PELAJARAN DARI PERJALANANKU DI KOTA BANDUNG
"JIKA INGIN MENJADI SEORANG BOS, MAKA KERJAKANLAH PEKERJAAN BOS JANGAN KERJAKAN PEKERJAAN KARYAWAN"

0 komentar:

Posting Komentar